Kembali ke
contoh jeruk yang sudah dijealaskan pada postingan sebelumnya. Jeruk ditanam
maka buahnya yang muncul adalah buah jeruk. Pengetahuan jenis ini sudah berguna
bagi petani jeruk, bagi pedagang jeruk dan bagi seluruh manusia. Pengetahuan
jenis ini sudah berguna dalam memajukan kebudayaan.
Pengetahuan ini
benar asal rasional dan empiris. Inilah prinsip dalam mengukur benar tidaknya
teori dalam sains, ya dalam sains apa saja. Dalam hal ini harap hati-hati
jangan sampai tertipu oleh bukti empiris saja, seperti contoh gerhana dan
kentongan tadi. Harus rasional-empiris.
Gerhana tadi: tidak rasional tetapi empiris. Jadi, pengetahuan sains ini,
sekalipun tingkatnya rendah dalam struktur pengetahuan, ia berguna bagi manusia.
Gunanya terutama untuk memudahkan kehidupan manusia. Terutama teori-teori sains
inilah yang diturunkan ke dalam teknologi. Teknologi, agaknya bukanlah sains;
teknologi merupakam penerapan teori sains. Atau mungkin juga dapt dikatakan
bahwa teknologi itu adalah sains terapan.
Selanjutnya.
Sebagian orang, tidak begitu banyak,
ingin tahu lebih jauh tentang jeruk tadi. Mereka bertanya, “mengapa
jeruk selalu berbuah jeruk?” untuk menjawab pertanyaan ini kita tidak dapat
melakukan penelitian empiris karena jawabannya tidak terletak pada batang atau
daun jeruk. Lantas bagaimana menjawab pertanyaan ini. kita berpikir. Inilah
jalan yang dapat ditempuh. Tidak harus berpikir di kebun jeruk; berpikir itu
dapat dilakukan di mana saja. Yang dipikirkan memang jeruk, yaitu mengapa jeruk
selalu berbuah jeruk tetatpi yang dipikirkan itu bukanlah jeruk yang empiris,
yang dipikirkan itu adalah jeruk yang abstark, yaitu jeruk pada umumnya.
Bila anda
berpikir secara serius, maka akan muncul jawaban. Ada dua kemungkinan jawaban. Pertama, jeruk selalu berbuah jeruk
karena kebetulan. Jadi, secara kebetulan jeruk selalu berbuah jeruk. Inilah
teori kebetulan yang terkenal itu. Teori ini lemah. Ia dapat ditumbangkan oleh teori kebetulan
itu sendir. Kedua, jeruk selalu
berbuah jeruk karena ada aturan atau hukum yang mengatur agar jeruk selalu
berbuah jeruk. Para ahli menyatakan hukum itu ada dalam gen jeru. Hukum itu
tidak kelihatan. Jadi, tidak empiris, tetapi akal menyatakan hukum itu ada dan
bekerja. Jeruk selalu berbuah jeruk akrena ada hukum yang mengatur demikan.
Inilah pengetahuan filsafat; ini bukan pengetahuan sains. Kebenaran pengetahuan
filsafat hanya dapat dipertanggungjawabkan secara rasional. Bila rasional,
benar, bila tidak, salah. Kebenarannya tidak pernah dapat dibuktikan secara
empiris. Bila ia rasional dan empiris, maka ia berubah jadi pengetahuan sains.
Objek
penelitiannya adalah objek-objek yang abstrak, karena objeknya abstrak, maka
temuannya juga abstrak. paradigmanya ialah paradigma rasional (rational paradigm), metodenya metode
rasional (Kerlinger menyebutnya method of
reason).
Sampai
disini kita sudah mengenal dua macam pengetahuan, yaitu pertama pengetahuan sains yang rasional empiris,
dan kedua pengetahuan filsafat yang
hanya rasional. (Perlu segera saya ingatkan bahwa adakalanya pengetahuan filsafat
itu berada pada level suprasional).
Kita
kembali ke jeruk. Jeruk ditanam buahnya. Jeruk ini pengetahuan sains. Jeruk
selalu berbuah jeruk karena ada hukum yang mengatur demikian. Ini pengetahuan
filsafat. Masih ada orang, amat kecil jumlahnya, ingin tahu lebih jauh lagi.
Mereka bertanya “siapa yang membuat hukum itu?” pertanyaan ini sulit dijawab.
Tetapi masih dapat dijawab oleh filsafat. Salah satu teori dalam filsafat
menyatakan bahwa hukum itu dibuat oleh ala itu sendiri secara kebutuhan. Teori
ini lemah tadi sudah dikatakan. Teori lain mengatakan hukum itu dibuat oleh
yang maha pintar. Ini logis (dalam art supra rasional). Jadi teori kedua ini
benar secara filsafat. Ini masih pengetahuan filsafat. Yang maha pintar itu
sering kali disebut tuhan. Ini masih pengetahuan filsafat.
Masih
ada orang, yang jumlahnya segelintir saja ingin tahu lebih jauh lagi. Mereka
bertanya “siapa tuhan itu, saya ingin mengenalnya, saya ingin melihatnya, saya
ingin belajar langsung kepadanya!. Tuntunan orng-orang “nekad” ini tidak dapat
dilayani oleh pengetahuan sains dan tidak juga oleh pengetahuan filsafat. Objek
yang hendak mereka ketahui bukanlah objek empiris dan tidak juga dapat
dijangkau akal rasional. Objek itu abstrak – supra - rasional atau
meta-rasional. Kalau begitu bagaimana mengetahuinya!