Ada
beberapa pendapat yang menyatakan bahwa filsafat itu adalah ibu atau induk dari
segala ilmu. Plato pernah mengatakan bahwa filsafat adalah ilmu yang berusaha
untuk mencapai kebenaran yang murni. Seorang filsuf Perancis, Rene Descartes
mengatakan bahwa filsafat adalah kumpulan sejarah pengetahuan yang bidang
pembahasannya adalah tentang Tuhan, manusia, dan alam semesta. Jadi filsafat
yang pada awalnya meliputi segenap ilmu kemudian berkembang menjadi makin
rasional dan sistematis. Pengetahuan manusia juga makin luas sehingga lahirlah
berbagai disiplin ilmu. Mengingat semakin luasnya bidang-bidang yang dibahas,
para ahli membagi bidang studi filsafat dalam beberapa cabang atau beberapa bagian
filsafat.
Jika kita
mengamati karya-karya besar filsuf, seperti aristoteles (384-322 SM) dan
Immanuel Kant (1724-1804), ada tiga tema besar yang menjadi fokus kajian dalam
karya-karya mereka, yakni kenyataan, nilai, dan pengetahuan. Ketiga tema besar
tersebut masing-masing dikaji dalam tiga cabang besar filsafat. Kenyataan merupakan
bidang kajian metafisika, nilai adalah bidang kajian aksiologi, dan pengetahuan
merupakan bidang kajian epistimologi.
Namun ada
juga yang membagi cabang filsafat berdasarkan karakteristik objeknya.
Berdasarkan karakteristik objeknya filsafat dibagi dua, yaitu :
1.
Filsafat umum/murni
a.
Metafisika, objeknya adalah hakikat tentang
segala sesuatu yang ada
b.
Epistimologi. Onjeknya adalah
pengetahuan/kenyataan
c.
Logika. Merupakan studi penyusunan
argumen-argumen dan penarikan kesimpulan yang valid. Namun ada juga yang
memasukkan Logika ke dalam kajian epistimologi.
d.
Aksiologi. Objek kajiannya adalah hakikat
menilai kenyataan
2.
Filsafat Khusus/Terapan, yang lebih mengkaji
pada salah satu aspek kehidupan. Seperti misalnya filsafat hukum, filsafat
pendidikan, filsafat bahasa, dan lain sebagainya.
Pembagian cabang-cabang filsafat di atas tidak kaku. Seorang filsuf yang
mengklaim bahwa pemikiran filsafatnya berupa kajian ontologis sering kali pula
membahas masalah-masalah eksistensi manusia, kebudayaan, kondisi masyarakat,
bahkan etika. Ini misalnya tampak dari filsafat Heidegger. Dalam bukunya yang
terkenal, Being and Time (1979), dia menulis bahwa filsafatnya
dimaksudkan untuk mencari dan memahami “ada”. Akan tetapi dia mengakui bahwa
“ada” hanya dapat ditemukan pada eksistensi manusia dalam kehidupan
sehari-hari. Oleh sebab itu, dalam bukunya itu dia membahas mengenai
keotentikan, kecemasan, dan pengalamn-pengalaman manusia dalam kehidupan
sehari-hari
Tidak ada komentar:
Posting Komentar