Kata manusia berasal dari kata manu” (Sansekerta) , “mens” (Latin) yang artinya
berfikir, berakal budi atau homo, yang Berarti manusia. Manusia
secara bahasa disebut juga insan yang dalam bahasa arabnya, yang berasal dari
kata nasiya yang berarti lupa dan jika dilihat dari kata dasar al-uns yang
berarti jinak. Kata insan dipakai untuk menyebut manusia, karena manusia
memiliki sifat lupa dan jinak artinya manusia selalu menyesuaikan diri dengan
keadaan yang baru disekitarnya. Manusia cara keberadaannya yang sekaligus
membedakannya secara nyata dengan mahluk yang lain. Seperti dalam kenyataan
mahluk yang berjalan diatas dua kaki, kemampuan berfikir dan berfikir tersebut
yang menentukan manusia hakekat manusia.
(Musa Asy’ari, Filsafat Islam, 1999).
Masalah
manusia adalah terpenting dari semua masalah. Peradaban hari ini didasarkan
atas humanisme, martabat manusia serta pemujaan terhadap manusia. Ada pendapat
bahwa agama telah menghancurkan kepribadian manusia serta telah memaksa
mengorbankan dirinya demi tuhan. Agama telah memamaksa ketika berhadapan dengan
kehendak Tuhan maka manusia tidak berkuasa. (Ali Syariati, Paradigma Kaum
Tertindas, 2001
Manusia
merupakan produk ciptaan Allah yang paling besar. Untuk itu, terlebih dahulu ia
harus mengenal-Nya. Jika manusia itu sudah mengenal jiwanya pasti ia akan
mengenal Tuhannya. Jika tidak, ia tidak akan pernah mengenal Tuhannya.
Pernyataan ini identik dengan bunyi suatu kata hikmat sebagai berikut :
“Barangsiapa
sudah mengenal jiwanya, maka ia akan mengenal Tuhannya.”
Manusia
adalah sebagai tanda, bukti konkrit dan persaksian besar dari keagungan Allah
dan juga merupakan suatu bukti yang luar biasa. Manusia diberi akal pikiran dan
peralatan yang lengkap dan sempurna oleh Allah, karenanya ia harus boleh
menganalisa jiwanya. Dia menciptakan manusia dalam bentuk yang paling indah,
dan dalam bentuk yang sebaik-baiknya. Hal tersebut telah dinyatakan oleh Sang
Pencipta itu sendiri dalam Surat At-Tin ayat 4, yang artinya :
“Sesungguhnya
kami telah menciptakan manusia dalam bentuk yang sebaik-baiknya.”
Jika manusia
ditinjau dari susunan tubuhnya, adalah ciptaan Allah yang paling sempurna
ketimbang makhluk yang lain yang ada di muka bumi ini. Berangkat dari persepsi
semacam itu maka eksistensi manusia baik yang bersifat eksteren ataupun interen
selalu memperlihatkan kesempurnaan dari ciptaan yang begitu mendetail lewat
gerakan anggota tubuhnya. Dalam hal ini, Allah berfirman dalam Surat
At-Taghabun ayat 3, yang artinya :
“Dialah yang
menciptakan langit dan bumi dan Dialah membentuk rupamu dan dibaguskan-Nya
rupamu itu, dan hanya kepada-Nyalah tempat kembali (mu).”,
Dengan
diberi akal dan bentuk rupa yang sangat bagus itu, maka sangatlah tepat bila
manusia terpilih sebagai khalifah Allah diatas bumi.
Manusia
ditugaskan memimpin di jagat raya ini, karena ia mampu terhadap tugas yang
diembannya tentang tujuan hidup, nasib dan tujuan akhirnya, ya’ni mati.
Ketahuilah,
bahwa manusia adalah mahkluq yang diciptakan berdasarkan ketentuan Allah, bukan
secara kebetulan, atau serampangan. Ia diciptakan untuk tujuan tertentu, bukan
untuk kesia-siaan. Ini akan lebih meyakinkan dan terlihat jelas dalam konsep
Islam tentang manusia, bahwa ia adalah pemimpin dan khalifah Allah di atas
bumi, dan semua yang ada padanya tercipta berdasarkan kekuasaan Allah. Dia
telah memberikan potensi kepada manusia, agar ia dapat menyingkap isi bumi
dengan seperangkat ilmu pengetahuan yang dimiliki, bersenang-senang dengan
kemegahan dan keindahannya sebagai ni’mat murni dari Allah.
Namun waktu
manusia dianugerahi seperangkat pemberian oleh Allah, dinobatkan sebagai
khalifah di atas bumi, memiliki berbagai kekuatan dan potensi, memiliki
segudang ilmu pengetahuan dan mampu menganalisa aspek-aspek penting dalam
kekhalifahan dan mengkaji hokum-hukum alam, ia masih tergolong sebagai makhluk
yang lemah, seringkali ditaklukkan oleh hawa nafsu, sehingga tidak mengenal
dirinya.
Dalam hal
ini, Allah berfirman dalam surat Al-Ma’aarij ayat 19-21, yang artinya :
“Sesungguhnya
manusia itu diciptakan bersifat keluh kesah, dan apabila ia mendapat kebaikan
ia akan kikir.”
Sebagai
manusia diciptakan dalam keadaan lemah, namun ia diberi kelebihan dan
keistimewaan tersendiri. Keistimewaan tersebut berupa ilmu pengetahuan,
penerangan dan akal fikiran. Siapa pun yang mencoba menganalisa Al-Qur’an ia
akan mendapatkan pada banyak ayatnya, betapa Al-Qur’an itu mengistimewakan
manusia. Ia akan melihat kemuliaan, keistimewaan dan hakekat peranan manusia
yang dijunjung tinggi oleh Allah SWT.
Dalam
Al-Qur’an kata “Manusia” seringkali kita jumpai di berbagai ayat yang, kalau
kita mencoba mengkaji konteks ini, niscaya akan kita dapatkan dengan jelas
keistimewaan dan kelebihan manusia tersebut.
Dalam surat
Al-Alaq, di mana pandangan umum tentang manusia Nampak begitu jelas dalam surat
tersebut Tak kurang tiga kali surat ini menyebutkan tentang manusia. Pertama
menjelaskan bahwa Allah menciptakan manusia dari segumpal darah. Kedua surat
ini menerangkan lagi bahwa manusia memiliki keistimewaan ilmu pengetahuan. Dan
ketika ia menegur manusia yang suka menipu, bertindak sewenang-wenang, membuat
kerusakan dan dikelabui oleh hawa nafsu hingga manusia tertipu dan tercampak
kepada kekufuran, lalu keyakinan bahwa mereka tidak butuh lagi terhadap Sang
Pencipta.
Dalam surat
Al-Alaq itu, Allah SWT. Berfirman :
“Bacalah
dengan (menyebut) nama Tuhanmu yang menciptakan. Dia menciptakan manusia dari
segumpal darah. Bacalah, dan Tuhanmulah yang paling mulia. Yang mengajarkan
manusia apa yang tidak diketahuinya. Ketahuilah, sesungguhnya manusia itu
benar-benar melampaui batas. Karena dia melihat dirinya serba cukup.
Sesungguhnya hanya kepada Tuhanmula kembali-(mu)”. (Ayat 1-8).
Juga Allah
berfirman dalam surat Al-Isra’ ayat 83, yang artinya :
“Dia telah
menciptakan manusia dari mani, tiba-tiba ia menjadi pembantah yang nyata.”
Menurut
timbangan aqidah akal pikiran yang normal, peranan manusia seperti termaktub
dalam Al-Qur’an adalah terhormat dan menempati posisi penting. Ia adalah
mahkluq dan mukallaf, berfikir, mengerti, mengkaji, menganalisa dan berupaya dengan
sekuat tenaga untuk mengerahkan semua media dan kemampuan akal pikirannya dalam
rangka merenungkan dan mempertimbangkan antara kebaikan dan kejelekan. Itu
semua adalah cirri-ciri manusia yang mampu mengemban amanah dan memikul semua
beban menurut metode dan ketetapan Allah. Dengan factor-faktor di atas ia akan
memperoleh pahala atau mendapat siksa.
Manusia
adalah mahkluq yang penuh derita, bergumul dengan arus zaman dan dinamika
kehidupan. Ia sering kali menimbulkan bencana dan malapetaka. Namun ia juga
mempunyai kemampuan dan potensi untuk menerobos semua kendala dan memecahkan
berbagai problema yang dihadapi. Ini merupakan bukti dari eksistensinya sebagai
manusia dan memenuhi tanggung jawab social.
Allah
berfirman dalam Surat Al-Insyiqaq ayat 6 yang artinya :
“Hai
manusia, sesungguhnya kamu telah bekerja dengan sungguh-sungguh menuju Tuhanmu,
maka pasti kamu akan menemui-Nya”.
Dalam Surat
Al-Balad ayat 8 – 11 Allah berfirman yang artinya :
“Bukankah
kemi telah memberikan kepadamu dua mata, lidah, dan dua bibir. Dan Kami telah
menunjukkan kepadanya dua jalan. Maka tidakkah sebaiknya (dengan hartanya itu)
ia menempuh jalan yang mendaki lagi sukar?”
Al hasil, ciri-ciri
manusia adalah, baginya memiliki ilmu pengetahuan, kemauan, potensi kemampuan.
Dan semuanya yang ia memiliki itu tidak ada yang menyangsikan karena bersumber
dari kehendak Allah secara langsung. Kecakapan berbicara dan ilmu pengetahuan
yang dimiliki oleh manusia adalah sebagai bukti pemberian Allah secara
langsung.
Allah
berfirman dalam surat Ar-Rahman ayat 1-4, yang artinya :
(“Tuhan)
Yang Maha Pengasih, yang telah mengajarkan Al-Qur’an. Dia menciptakan manusia.
Mengajarnya pandai pembaca.”
Tidak ada komentar:
Posting Komentar