Islamisasi ilmu pengetahuan bisa
dipahami sebagai internalisasi konsep-konsep Islam terhadap ilmu pengetahuan.
Artinya, setiap ilmu pengetahuan yang berkembang harus mempunyai nilai-nilai
islamnya. Dalam konsep ini, islam menjadi nilai (satu-satunya) bagi ilmu
pengetahuan.
Secara teoritis dan ideologis, Syed M. Naquib
al-Attas mendefenisikan islamisasi ilmu pengetahuan sebagai “Pembebasan manusia
dari tradisi magis, mitologis, animistis, kultur-nasional (yang bertentangan
dengan Islam) dan dari belengu paham sekuler terhadap pemikiran dan bahasa.
Juga pembebasan dari kontrol dorongan fisiknya yang cenderung sekuler dan tidak
adil terhadap hakikat diri atau jiwanya, sebab manusia dalam wujud fisiknya
cenderung lupa terhadap hakikat dirinya yang sebenarnya, dan berbuat tidak adil
terhadapnya”.
Menurut al-Attas ini, islamisasi ilmu
pengetahuan terkait erat dengan pembebasan manusia dari tujuan-tujuan hidup
yang bersifat duniawi
semata, dan mendorong manusia untuk melakukan semua aktivitas yang tidak
terlepas dari tujuan ukhrowi.
Bagi al-Attas, pemisahan dunia dan akhirat dalam semua aktivitas manusia tidak
bisa diterima. Karena semua yang kita lakukan di dunia ini akan selalu terkait
dengan kehidupan kita di akhirat.
Sementara secara praktis dan metodologis,
Al-Faruqi menjelaskan islamisasi sebagai usaha untuk memberikan definisi baru,
mengatur data-data, memikirkan lagi jalan pemikiran dan menghubungkan
data-data, mengevaluasikan kembali kesimpulan-kesimpulan, memproyeksikan
kembali tujuan-tujuan-dan melakukan semua itu sedemikian rupa sehingga
disiplin-disiplin ini memperkaya wawasan islam dan bermanfaat bagi cause (cita-cita) Islam
Definisi
al-Faruqi ini bisa dirinci sebagai berikut.
a. Mendefenisikan
kembali ilmu pengetahuan.
b.
Menyusun ulang data-data ilmu pengetahuan.
c. Memikirkan kembali argumentasi dan
rasionalisasi data tersebut.
d. Menilai kembali kesimpulan dan tafsiran
yang berkenaan dengan ilmu pengetahuan.
e. Memproyeksikan kembali tujuan-tujuan ilmu
pengetahuan.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar