Sifat keagamaan pada anak dapat dibagi menjadi enam
bagian:
a. Unreflective (kurang mendalam/ tanpa
kritik)
Kebenaran yang mereka terima tidak begitu mendalam, cukup
sekedarnya saja. Dan mereka merasa puas dengan keterangan yang kadang- kadang
kurang masuk akal. Menurut penelitian, pikiran kritis baru muncul pada anak berusia
12 tahun, sejalan dengan perkembangan moral.
b. Egosentris
Sifat egosentris ini berdasarkan hasil ppenelitian Piaget
tentang bahasa pada anak berusia 3 – 7 tahun. Dalam hal ini, berbicara bagi
anak-anak tidak mempunyai arti seperti orang dewasa.
Pada usia 7 – 9 tahun, doa secara khusus dihubungkan
dengan kegiatan atau gerak- gerik tertentu, tetapi amat konkret dan pribadi.
Pada usia 9 – 12 tahun ide tentang doa sebagai komunikasi antara anak dengan
ilahi mulai tampak. Setelah itu barulah isi doa beralih dari keinginan
egosentris menuju masalah yang tertuju pada orang lain yang bersifat etis.
c. Anthromorphis
Konsep anak mengenai ketuhanan pada umumnya berasal dari
pengalamannya. Dikala ia berhubungan dengan orang lain, pertanyaan anak
mengenai (bagaimana) dan (mengapa) biasanya mencerminkan usaha mereka untuk
menghubungkan penjelasan religius yang abstrak dengan dunia pengalaman mereka
yang bersifat subjektif dan konkret.
d. Verbalis dan Ritualis
Kehidupan agama pada anak sebagian besar tumbuh dari sebab
ucapan (verbal). Mereka menghafal secara verbal kalimat- kalimat keagamaan dan
mengerjakan amaliah yang mereka laksanakan berdasarkan pengalaman mereka
menurut tuntunan yang diajarkan pada mereka. Shalat dan doa yang menarik bagi
mereka adalah yang mengandung gerak dan biasa dilakukan (tidak asing baginya).
e. Imitatif
Tindak keagamaan yang dilakukan oleh anak pada dasarnya
diperoleh dengan meniru. Dalam hal ini orang tua memegang peranan penting.
Pendidikan sikap religius anak pada dasarnya tidak
berbentuk pengajaran, akan tetapi berupa teladan.
f. Rasa heran
Rasa heran dan kagum merupakan tanda dan sifat keagamaan
pada anak. Berbeda dengan rasa heran pada orang dewasa, rasa heran pada anak
belum kritis dan kreatif. Mereka hanya kagum pada keindahan lahiriah saja.
Untuk itu perlu diberi pengertian dan penjelasan pada mereka sesuai dengan
tingkat perkembangan pemikirannya. Dalam hal ini orang tua dan guru agama
mempunyai peranan yang sangat penting
Tidak ada komentar:
Posting Komentar