Jumat, 30 Desember 2016

Teori Tentang Emosi




Dalam upaya menjelaskan ihwal timbulnya gejala emosi, para ahli mengemukakan beberapa teori. Beberapa teori emosi yang terkenal diajukan oleh Schachter dan Singer dengan “Teori Emosi Dua-Faktor”-nya, James dan Lange yang terkenal dengan “Teori Emosi Jmes –Lange”, serta Cannon dengan teori “Emergency”-nya.

1.       Teori Emosi Dua-Faktor Schachter-Singer
     Teori ini dikenal sebagai teori yang paling klasik yang berorientasi pada rangsangan. Reaksi fisiologik dapat saja sama (hati berdebar, tekanan darah naik, dan sebagainya), namun jika rangsangannya menyenangkan, seperti diterima diperguruan tinggi idaman emosi yang timbul dinamakan senang. Sebaliknya jika rangsangannya membahayakan (misalnya, melihat ular besar), emosi yang timbul dinamakan takut. Para ahli psikologi melihat teori ini lebih sesuai dengan teori kognisi.

     Schachter dan Singer mengemukakan bahwa emosi tertentu merupakan fungsi dari reaksi-reaksi tubuh tertentu. Menurutnya pula kita tidak merasa marah karena ketegangan otot, rahang yang berderak, denyut nadi kita menjadi cepat, dan sebagainya tetapi karena kita secara umum jengkel dan kita mempunyai beberapa kognisi tertentu tentang sifat kejengkelan kita.

2.       Teori Emosi James-Lange
     Menurut teori ini, emosi merupakan hasil persepsi seseorang terhadap perubahan-perubahan yang terjadi pada tubuh sebagai respons terhadap berbagai rangsangan yang datang dari luar. Jadi jika seseorang misalnya melihat harimau, reaksinya adalah peredaran darah makin cepat karena denyut jantung makin cepat, paru-paru lebih cepat memompa udara dan sebagainya. Respon-respon tubuh ini kemudian dipersepsikan dan timbullah rasa takut. Mengapa rasa takut yang timbul? Ini disebabkan oleh hasil pengalaman dan proses belajar. Orang bersangkutan dari hasil pengalamannya mengetahui bahwa harimau adalah makhluk yang berbahaya, karena itu debaran jantung dipersepsikan sebagai rasa takut.

     Emosi menurut kedua ahli ini, terjadi adanya perubahan pada sistem vasomotor (otot-otot). Suatu peristiwa dipersepsikan menimbulkan perubahan fisiologis dan perubahan psikologis yang disebut emosi. Dengan kata lain menurut James Lange, seseorang bukan tertawa karena senang, melainkan ia senang karena tertawa.

3.       Teori “Emergency” Cannon
     Teori emosi yang ketiga dinamakan teori “emergency”. Teori ini dikemukakan oleh Walter B. Cannon (1929), seorang psikolog dari Harvard University. Cannon dalam teorinya menyatakan bahwa karena gejolak emosi itu menyiapkan seseorang untuk mengatasi keadaan yang genting, orang-orang primitif yang membuat respons semacam itu karena survive dalam hidupnya.

     Teori ini menyebutkan, emosi (sebagai pengalaman objektif psikologik) timbul bersama-sama dengan reaksi fisiologik (hati berdebar, telkanan darah naik, nafas bertambah cepat, adrenalin dialirkan dalam darah, dan sebagainya.

     Teori Cannon selanjutnya diperkuat oleh Philip Bard, sehingga kemudian lebih dikenal dengan teori Cannon-Bard atau teori “emergency”. Teori ini mengatakan pula bahwa emosi adalah reaksi yang diberikan oleh organisme dalam situasi emergency (darurat). Teori ini didasarkan pada pendapat bahwa ada antogonisme (fungsi yang bertentangan) antara saraf-saraf simpatis dengan cabang-cabang oranial dan sacral daripada susunan saraf otonom. Jadi, kalau saraf-saraf simaptis aktif, saraf otonom nonaktif, dan begitu sebaliknya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar